Menghadapi Kekacauan


Beberapa hari ini saya merasa, ada yang salah dengan hidup saya. A mess. Sebuah kekacauan. seperti yang saya ungkapkan beberapa waktu lalu.  selama beberapa tahun terakhir saya sudah banyak belajar soal menerima. menerima bahwa saya memang "beda", menerima bahwa apa yang ada sekarang adalah hal yang seharusnya saya terima dan lain-lain. Tetapi, perasaan atau nafsu untuk meminta lebih itu selalu memaksa untuk bereaksi berbeda yang membuat saya merasa tidak puas. padahal saya hanya meminta, cukup. begitu mengerikannya nafsu.

Ternyata menghadapi kekacauan atau ketika nafsu membuncah itu memang perlu kecakapan atau keterampilan, ya? selama ini, saya kurang menyadarinya, tetapi yang paling penting adalah kemampuan akal yang kita miliki, logika. kadangkala, logika kita dikalahkan oleh nafsu kita. rasanya seperti tahu apa yang harus dilakukan tetapi tidak bisa kita mengendalikannya. 

selain itu, kadangkala kita juga kesulitan dalam menerima kekecewaan. menghadapi sesuatu yang sudah kita rencanakan tetapi kenyataannya jauh dari harapan. dan itu bisa jadi sebuah kekacauan. jadi sepertinya perlu antisipasi dengan kondisi yang tidak bisa ditebak-tebak. orang sekarang menyebutnya ddengan VUCA (Volatility, Uncertainly, Complexity and Ambiguity ) - gejolak, ketidakpastian, kompleksitas dan ambiguitas. 

jadi rasanya perlu effort ekstra untuk bisa beradaptasi. karena itu sepertinya perlu bersikap lentur atau fleksible dalam menghadapai kekacauan saat ini. 

jadi ingat soal resiliansi, ketangguhan seseorang dalam menghadapi tantangan dalam hidupnya. orang-orang dengan ketangguhan atau resiliansi yang baik, sepertinya mampu menghadapi tantangan dan hambatan itu karena berani berproses menghadapi itu semua.  selain itu referensi dalam kehidupan mereka yang mungkin dipengaruhi dari gen, pola asuh keluarga dan referensi pertemanan dan lingkungan yang membentuk resiliansi seseorang,

saya bertanya-tanya bisakah resiliansi dibentuk ? ternyata bisa! dan ada 7 aspek terkait resiliansi. saya membacanya disini . dari Wolin and Wolin mengungkapkan tentang 7 aspek resiliansi, yaitu :

1)  Insight : yaitu proses perkembangan individu dalam merasa, mengetahui, dan mengerti masa lalunya untuk mempelajari perilaku-perilaku yang lebih tepat.
2) Independence : yaitu kemampuan untuk mengambil jarak secara emosional maupun fisik dari sumber masalah (lingkungan dan situasi yang bermasalah).
3) Relationships : Individu yang resilien mampu mengembangkan hubungan yang jujur, saling mendukung dan berkualitas bagi kehidupan, memiliki role model yang baik.
4)  Initiative : yaitu keinginan yang kuat untuk bertanggung jawab terhadap hidupnya.
5) Creativity : yaitu kemampuan memikirkan berbagai pilihan, konsekuensi, dan alternatif dalam menghadapi tantangan hidup.
6) Humor : adalah kemampuan individu untuk mengurangi beban hidup dan menemukan kebahagiaan dalam situasi apapun.
7). Morality : adalah kemampuan individu untuk berperilaku atas dasar hati nuraninya. Individu dapat memberikan kontribusinya dan membantu orang yang membutuhkan.

saya rasa hal ini tidak dimiliki oleh semua orang. sungguh sebuah privilege memiliki semua aspek diatas. jadi, yang bisa dilakukan mungkin mengusahakan satu-satu apabila kita tidak memiliki semua paling tidak satuhal bisa menjadi " tameng" dalam mengarungi lautan kehidupan. 

salam, febriana 

Komentar